“Saya tertegun ketika menyadari bahwa segala sesuatu di dunia ini bukan berpusat pada saya.“
Mudah untuk mengatakan bahwa Tuhan menjadi pengatur dari seluruh alam semesta ini. Ia besar, ajaib, hebat, menakjubkan dan tak ada bandingannya. Ia mampu mengendalikan segala hal, mengatur langit, bumi, lautan, binatang dan tumbuhan juga benda-benda lainnya. Tetapi jika itu berbicara tentang hidup saya? Tuhan, nanti dulu, sulit untuk menyerahkan kendali itu padaMu.
Sekalipun kalimat diatas tidak secara langsung keluar dari mulut saya, tetapi dalam hati saya tahu. Itu ada dalam hati saya.
Tidak peduli sudah berapa lama saya menjadi kristen, tidak peduli apakah saya seorang pelayan mimbar, tidak peduli seberapa dalam pengetahuan saya tentang Tuhan atau seorang pemimpin persekutuan sekalipun. Itu bukan ukuran, apakah saya percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Saya tidak dapat menipu diri, kerap kali (sungguh) saya masih mencurigaiNya.
Kadang kala, saya seolah mempermainkan Tuhan atau lebih parahnya lagi, saya malah mengatur Tuhan. “Oke Tuhan, saya mengijinkan Engkau mengambil kendali atas masalah saya, tetapi cukup sampai disitu saja. Jangan masuk lebih dalam jika saya tidak mengijinkanMu. Saya hanya membutuhkanMu sampai masalah itu selesai. Setelah itu saya bisa mengurusnya sendiri. “ (Sekalipun saya tidak mengatakannya, tindakan saya jelas menunjukannya).
Ketika segalanya hanya berbicara tentang saya,saya dan saya. Maka bisa di pastikan bahwa itu berarti yang lain tidaklah penting, mereka hanya alat untuk mencapai keinginan saya. Inilah yang disebut egois, memusatkan segala sesuatu untuk diri sendiri. Salah satu penyakit jiwa yang harus segera disembuhkan. Firman Tuhan berkata,” Hendaklah kasih itu jangan pura-pura!"(Roma 12:9a).
Apa artinya itu? Orang yang egois tidak tahu bagaimana caranya mengasihi orang lain, dia hanya tahu bagaimana cara mengasihi diri sendiri. Orang yang egois tidak mau bekerja sama dengan Roh Kudus untuk belajar mengasihi orang lain.
Saya tidak ingat persisnya kapan, pernah suatu hari saya dan viny (teman kuliah saya) pergi ke kampus. Pada saat kami berhenti mengisi bahan bakar motor, seperti biasa penjaga warung datang dan mulai mengisi bensin motor kami. Setelah selesai saya lalu membayarnya. Saya nyalakan starter dan mengendarai motor seperti biasa. Dalam perjalanan Viny bertanya kepada saya. “ Va, aku heran sama kamu. Kenapa aku jarang sekali mendengar kamu bilang terima kasih?”. Saya lalu bertanya,” Memangnya kenapa?”. “ Kamu harus belajar mengucapkan terima kasih kepada orang lain teman.” Viny menasehati saya.
Sebelumnya saya tidak merasa kata “ terima kasih” itu penting untuk di ucapkan kepada orang lain. Saya pikir, mereka layak melakukan itu untuk saya. Orang yang bekerja butuh upah, bukan ucapan terima kasih. Orang bisa berbuat baik pada saya, tentu saja karena saya lebih dahulu berbuat baik kepada mereka. Saya kira diri saya ini begitu penting sampai akhirnya saya menyadari bahwa saya hidup hanya karena kasih karunia dan belas kasihan Tuhan semata bukan karena kekuatan saya. Saya memetik pelajaran bahwa Orang yang egois tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar